" Apa yg kau lakukan nak? Setahu Ayah, Ayah tidak pernah mengajarimu berkelahi. Itu hanya menambah masalah.... ohhh sekarang lihat dirimu " kata Ayahku Ronald.
" Ohh nak, kenapa harus jadi begini? Kenapa kau tidak lari saja? " ibuku menambahkan.
" Maaf yah, bu. Luka ini hanya luka kecil kog... dari Harapanku yang lebih besar. Ayah dan Ibu tenang saja... akan kupastikan aku akan sembuh. Dimana Bendias? "
" Kaaaaaaahakkkk kaaaaaaaaaaaaaaaahaaaaakkk, kahakkkkk nenapa? "
" Tidak Bendias, tidak terjadi apa-apa kog. Bendias tidur saja ya! tidak perlu mengkhawatirkan kakak, ok! "
" kaaaaaaaaaahaaaaaaaaakk nenapa? hayaaaaaaaaa tatutttttttttttttt kaaaaaaaaahaaaaaaaaakkk natiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii "
" ngomong apa sich, jangan aneh-aneh ah... ga akan "
" hehemmmm hayaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa idurrrrrrrrrrrr nuluuuuuuuuuuuuuuuu yaaaaa kahaaaaaaaaaakkkkkkkkkkk "
" OK Bendias, kamu jagoannya! "
Bendias pun akhirnya tidur dikamarnya yg ada kasur. Sebenarnya kasur untukku dan Bendias hanya tinggal satu semenjak Bendias membakar kasur lainnya karna tidak sengaja menjatuhkan lilin saat sedang mati lampu.
Jadi keuangan kami tidak memungkinkan untuk membeli kasur lain lagi, uang sewa rumah pun sampai sekarang masih menunggak 4 bulan. Jadinya aku mengalah untuk Bendias adikku yang kusayang...
Aku tidur ditikar, sebab tidak mungkin aku tidur bersama ayah ibu yg mereka pun hanya memiliki satu kasur bersama. Perlu diketahui kasurku dan Bendias itu kecil hanya muat satu orang. Sedang Ibu ayahku kapasitasnya pas untuk dua orang.
Aku pun istirahat, sorenya pukul 15.15, bel rumahku berbunyi... Ibu lalu membukakan, dan ada Santiago disana.
Tapi tiba-tiba saja Santiago didepak dan muncullah Venesia yang langsung masuk begitu saja.
Santiago menjelaskan pada Ibuku bahwa Venesia juga teman kami.
" Kamu tidak apa-apa Ben? Aku khawatir sekali, sebenarnya aku ingin langsung menghubungimu dan menjengukmu tadi. Tapi temanmu ini melarangku, tunggu selesai sekolah saja katanya. uhhhhh dasar sial... huhhhhhhhhhhhhh "
" kamu ini ngomong apa? itu sudah menjadi kebiasaan kami kog, aku yang mengusulkan...
Aku dan Santiago sudah berjanji apa pun yang terjadi bersekolah harus menjadi yang utama "
" Dan bagus kan kalau dia menepati janji "
" TIDAK. TIDAK BAGUS, KALAU KAMU HILANG SUNGGUH TIDAK BAGUS. AKU PASTI SEPI "
" Hei nona, kita baru kenal kemarin... memang aku siapamu? Lagian aku tidak memintamu untuk menjengukku kog, ini hanya luka kecil. "
" ini, wajahmu " sambut Venesia.
Aku lalu bergegas menutup wajahku yg tergores dengan kedua tanganku.
Venesia menepis, tapi aku kembali menutup wajah.
" Kenapa itu? " kata Venesia.
" Dari awal aku memang sudah buruk kog, wajahku pun sama. Jadi tidak masalah buatku " balasku yg masih menutup wajah.
" Aku ingin lihat, buka Bennnnnn. Pasti mereka ya yg melakukannya. Aku melihat salah satu dari mereka memang membawa pisau kemarin " jelas Venesia.
" Bukan kog bukan, bukan yg kemarin " belaku.
" Pasti mereka, dasar kurang ajar. Awas saja " Venesia terlihat marah.
" Heiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii, kamu ini kenapa sich? "
Lalu Venesia memegang tanganku. Dug dug dug dashyat sekali serangan jantung yg kulanda, tegang rasanya.
Venesia melihat wajahku. Dan aku berpaling. katanya
" Kenapa Ben? Ayo lihat aku... Kamu sudah menyelamatkan aku, sudah saatnya aku menyelamatkanmu juga "
Ibuku melihatnya, Santiago juga, dasar sial.... moment apa ini sebenarnya?
Ibuku malah tersenyum...
" Bennnn, semenjak kamu mengetuk hatiku waktu aku dalam keadaan menderita karna sakit kamu sudah melekat di hati ini. Tidak. Tidak bisa hilang sedikit pun " tegas Venesia.
>>>> to be continued.
![]() |
Ronald Bouston Steve |
![]() |
Lucy Handy Steve |
![]() |
Bendias Steve |
![]() |
Dudley Mertys |
![]() |
Kepala Sekolah Saint Mariald " Veronica Rebecca " |
![]() |
Rich Anderten |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar